Rabu, 23 Mei 2012

Budaya Korupsi Yang Terorganisisir Dengan Baik


Irvanuddin

Korupsi merupakan bentuk kekerasan struktural yang dilakukan oleh Negara dan pejabat pemerintahan terhadap masyarakat. Betapa tidak, korupsi yang kian subur akan semakin membuat beban devisit anggaran Negara semakin bertambah. Hal ini kemudian akan mengakibatkan sistem ekonomi menjadi “colaps” dan berujung kepada semakin tingginya inflasi yang membuat harga-harga kebutuhan masyarakt kian melambung tinggi. Eknomi biaya tinggi ini berakibat terjadinya ketidakseimbangan antara daya beli masyarakat dengan tingkat harga komoditas terutama komoditas bahan pokok.
Masyarakat cenderung dipaksa untuk menerima keadaan ini, meski ambruknya sistem ekonomi kita ini, adalah akibat dari ulah para pejabat yang mengkorupsi uang Negara demi kepentingan pribadi, kelompok dan golongan masing-masing. Intinya, masyarakat dipaksa untuk menanggung beban yang tidak dilakukannya. Kita tentu masih ingat dengan “krisis moneter” yang terjadi antara tahun 1997/1998 lalu!!!. Penyebab utama dari terjadinya krisis yang melanda Indonesia ketika itu adalah beban keuangan Negara yang semakin menipis akibat ulah pemerintahan Orde Baru Soeharto dkk yang terindikasi sangat korup.
Korupsi dikatakan sebagai bentuk kekerasan struktural, sebab korupsi yang dilakukan oleh para pejabat merupakan bentuk penyelewengan terhadap kekuasaan Negara, dimana korupsi lahir dari penggunaan otoritas kekuasaan untuk menindas, merampok dan menghisap uang rakyat demi kepentingan pribadi. Akibatnya, fungsi Negara untuk melayani kepentingan rakyatnya, berubah menjadi mesin penghisap bagi rakyatnya sendiri.
Relasi politik yang terbangun antara masyarakat dan Negara melalui pemerintah sungguh tidak seimbang. Hal ini berakibat kepada munculnya aristokrasi baru dalam bangunan pemerintahan kita. Negara dituding telah dengan sengaja menciptakan ketimpangan sosial dalam kehidupan masyarakat. Kemiskinan yang semakin meluas, antrian panjang barisan pengangguran, tidak memadainya gaji dan upah buruh, anggaran sosial yang semakin kecil akibat pencabutan subsidi (Pendidikan, kesehatan, listril, BBM, telepon dll), adalah deretan panjang persoalan yang menghimpit masyarakat sehingga membuat beban hidup masyarakat semakin sulit.
Bukankah ini akibat dari praktek kongkalikong (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah kita yang korup?. Salah satu fakta penitng yang bisa kita saksikan adalah bagaimana pemerintah dengan lapang dada telah suka rela melunasi hutang-hutang Negara yang telah dikorup oleh pemerintah Orde Baru dulu.
Kalaulah bangsa kita mampu berkaca “Bercermin”, sebenarnya kondisi bangsa Indonesia saat ini sungguh sangat menyedihkan dan memalukan. Krisis malu “tidak punya malu” dan harga diri telah menyebabkan bobroknya mental para penguasa yang selalu mengatasnamakan rakyat. Mereka mengeruk keuangan negara dengan proyek-proyek bayangan. Manipulasi data, mark up anggaran hingga pada penyunatan bantuan sudah menjadi budaya di kalangan yang menamakan dirinya dengan sebutan elit ini. Dampaknya adalah kesengsaraan rakyat yang berkepanjangan.
Mungkin tepatlah kalau kita bilang, bahwa para wakil rakyat kita telah benar-benar mewakili rakyat untuk makmur. jadi yang makmur cukup mereka saja, toh mereka kan sudah mewakili seluruh rakyat Indonesia. jika mereka makmur, maka rakyatpun kelihatannya juga sudah makmur.
Selanjutnya yang lebih parah lagi yaitu budaya korupsi di negeri ini terkesan sudah terorganisir dengan baik dan rapi serta mempunyai sistem manajemen yang mumpuni, baik dari tingkat pusat sampai tingkat bawah. Faktor inilah yang menyebabkan sulitnya pemberantasan kasus korupsi dinegeri ini. Karena secara langsung atau tidak langsung mereka akan saling menutupi ketika ada rekan mereka yang tersandung kasus korupsi. Itulah korupsi di negeri ini yang sudah mendarah daging dan akan turun temurun sampai ke anak cucu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar