Irvanuddin |
Korupsi merupakan bentuk kekerasan struktural
yang dilakukan oleh Negara dan pejabat pemerintahan terhadap masyarakat. Betapa
tidak, korupsi yang kian subur akan semakin membuat beban devisit anggaran
Negara semakin bertambah. Hal ini kemudian akan mengakibatkan sistem ekonomi
menjadi “colaps” dan berujung kepada semakin tingginya inflasi yang membuat
harga-harga kebutuhan masyarakt kian melambung tinggi. Eknomi biaya tinggi ini
berakibat terjadinya ketidakseimbangan antara daya beli masyarakat dengan
tingkat harga komoditas terutama komoditas bahan pokok.
Masyarakat cenderung dipaksa untuk menerima
keadaan ini, meski ambruknya sistem ekonomi kita ini, adalah akibat dari ulah
para pejabat yang mengkorupsi uang Negara demi kepentingan pribadi, kelompok
dan golongan masing-masing. Intinya, masyarakat dipaksa untuk menanggung beban
yang tidak dilakukannya. Kita tentu masih ingat dengan “krisis moneter” yang
terjadi antara tahun 1997/1998 lalu!!!. Penyebab utama dari terjadinya krisis
yang melanda Indonesia ketika itu adalah beban keuangan Negara yang semakin
menipis akibat ulah pemerintahan Orde Baru Soeharto dkk yang terindikasi sangat
korup.
Korupsi dikatakan sebagai bentuk kekerasan
struktural, sebab korupsi yang dilakukan oleh para pejabat merupakan bentuk
penyelewengan terhadap kekuasaan Negara, dimana korupsi lahir dari penggunaan
otoritas kekuasaan untuk menindas, merampok dan menghisap uang rakyat demi
kepentingan pribadi. Akibatnya, fungsi Negara untuk melayani kepentingan
rakyatnya, berubah menjadi mesin penghisap bagi rakyatnya sendiri.
Relasi politik yang terbangun antara masyarakat
dan Negara melalui pemerintah sungguh tidak seimbang. Hal ini berakibat kepada
munculnya aristokrasi baru dalam bangunan pemerintahan kita. Negara dituding
telah dengan sengaja menciptakan ketimpangan sosial dalam kehidupan masyarakat.
Kemiskinan yang semakin meluas, antrian panjang barisan pengangguran, tidak
memadainya gaji dan upah buruh, anggaran sosial yang semakin kecil akibat
pencabutan subsidi (Pendidikan, kesehatan, listril, BBM, telepon dll), adalah
deretan panjang persoalan yang menghimpit masyarakat sehingga membuat beban
hidup masyarakat semakin sulit.
Bukankah ini akibat dari praktek kongkalikong
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah
kita yang korup?. Salah satu fakta penitng yang bisa kita saksikan adalah
bagaimana pemerintah dengan lapang dada telah suka rela melunasi hutang-hutang
Negara yang telah dikorup oleh pemerintah Orde Baru dulu.
Kalaulah bangsa kita mampu berkaca “Bercermin”,
sebenarnya kondisi bangsa Indonesia saat ini sungguh sangat menyedihkan dan
memalukan. Krisis malu “tidak punya malu” dan harga diri telah
menyebabkan bobroknya mental para penguasa yang selalu mengatasnamakan rakyat.
Mereka mengeruk keuangan negara dengan proyek-proyek bayangan. Manipulasi data,
mark up anggaran hingga pada penyunatan bantuan sudah menjadi budaya di
kalangan yang menamakan dirinya dengan sebutan elit ini. Dampaknya adalah
kesengsaraan rakyat yang berkepanjangan.
Mungkin tepatlah kalau kita bilang, bahwa para
wakil rakyat kita telah benar-benar mewakili rakyat untuk makmur. jadi yang
makmur cukup mereka saja, toh mereka kan sudah mewakili seluruh rakyat
Indonesia. jika mereka makmur, maka rakyatpun kelihatannya juga sudah makmur.
Selanjutnya yang lebih parah lagi yaitu budaya
korupsi di negeri ini terkesan sudah terorganisir dengan baik dan rapi serta
mempunyai sistem manajemen yang mumpuni, baik dari tingkat pusat sampai tingkat
bawah. Faktor inilah yang menyebabkan sulitnya pemberantasan kasus korupsi
dinegeri ini. Karena secara langsung atau tidak langsung mereka akan saling
menutupi ketika ada rekan mereka yang tersandung kasus korupsi. Itulah korupsi
di negeri ini yang sudah mendarah daging dan akan turun temurun sampai ke anak
cucu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar