Rabu, 18 Juli 2012

Jiwa Aktivis Dan Pragmatis


Aktivis adalah sebutan lain bagi mahasiswa yang dirinya selalu aktif di organisasi, baik itu organisasi intra maupun organisasi ekstra. Namun, ada juga dari sebagian mahasiswa yang hanya datang, pulang dan pergi ke kampus layaknya “seekor kupu-kupu” sebatas hanya duduk manis di kelas menerima materi dari dosen juga mengerjakan dan mengumpulkan tugas yang telah diberikan oleh dosen di kampusnya.
Banyak orang bilang, seorang aktivis harus mampu menjalani hidup tanpa tergantung pada sesuatu “oran lain”. Hal inilah yang kemudian menjadi bahan pembicaraan bagi orang banyak, lalu bagaimanakah kaum-kaum aktivis ini menjalani hidup sedangkan mereka tidak bekerja dan tidak pula di gaji namun di dalam jiwa mereka hanya tertanam satu niatan untuk organisasinya dan suatu kepentingan menyangkut orang banyak, tidak banyak kaum-kaum aktivis di negeri ini bahkan sangat memprihatinkan ketika melihat fakta di lapangan mereka di ibaratkan seorang pengemis yang kehidupannya tergantung pada adanya bantuan dari orang lain, dan hampir semua kaum-kaum aktivis melakukan sebuah komunikasi politik baik itu dengan pemerintah maupun perorangan melalui kegiatan organisasinya dan bisa dikatakan pragmatisme.
Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani “Pragma” yang berarti perbuatan atau tindakan, “Isme” yaitu sebuah aliran atau faham, dengan demikian dapat diartikan bahwa yang di maksud dengan pragmatisme adalah suatu aliran atau faham yang menekankan pada suatu tindakan nyata dengan kriteria kebenarannya adalah mengandung sebuah faedah dan manfaat bagi dirinya, suatu teori atau hipotesis dianggap oleh faham pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil, dengan kata lain teori itu akan benar apabila teori tersebut dapat di aplikasikan dalam kehidupan yang nyata dan membuahkan hasil serta manfaat bagi dirinya.
Dalam dunia aktivis, mahasiswa adalah manusia paripurna (manusia yang sempurna). Mahasiswa sebagai agen of change juga sebagai agen of control, selain itu mahasiswa juga mempunyai tanggung jawab moral terhadap bangsa dan negara ini dalam mengawali sebuah perubahan yang baik bagi masyarakat indonesia, yang di anggap sebagai generasi penerus bangsa, namun dalam prakteknya mahasiswa pasca reformasi pemerintahan soeharto muncul banyak komunitas-komunitas kecil yang tergabung dalam organisasi kepemudaan sampai keranah organisasi perpolitikan, dan kemudian munculah sebutan aktivis sebagai karakter dari mahasiswa yang aktiv dalam kegiatan organisasi, mereka menginginkan dirinya juga diakui oleh masyarakat luas, namun seiring dengan perkembangan zaman mahasiswa yang menyatakan dirinya sebagai aktivis kampus mulai dihadapkan pada suatu kondisi krisis kepercayaan terhadap tanggung jawab dalam mengemban sebuah amanah dalam oraganisasinya, aktivis mulai mencari keuntungan dari organisasi akibat dari faktor komunikasi politik dengan para kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan di negara ini, dengan cara menjual organisasinya hanya untuk mencari keuntungan yang bersifat kepentingan pribadi, sehingga kondisi seperti ini berdampak negatif bagi organisasi yang seharusnya menyangkut kepentingan orang banyak namun berubah menjadi kepentingan pribadi, program kegiatan organisasi hanya di jadikan sebuah sarana untuk mencari keuntungan baik itu kepada pemerintah maupun perorangan yang kemudian dapat memberikan keuntungan timbal balik baik itu bagi aktivis maupun kepada pemerintah, komunikasi yang di lakukan oleh aktivis dalam mencari keuntungan lewat organisasi adalah komunikasi inter personal yang kemudian di jadikan sebuah alasan sebagai kepentingan organisasi, padahal itu semua adalah kepentingan pribadi aktivis yang bersifat pragmatis oleh karena itu sifat pragmatis aktivis dalam organisasi pasti selalu ada karena bagi aktivis organisasi adalah sarana untuk memenuhi kebutuhan pribadinya yang bersifat individual.
Sebuah pengalaman pribadi atau survey dilapangan yang tidak pernah di lupakan oleh para aktivis pasti mereka tidak bisa dilepaskan dari namanya proposal kegiatan dari organisasi, aktivis mana yang dalam hidupnya ketika di organisasi tidak pernah membuat atau membawa proposal. Karena memang organisasi dan aktivis tergantung pada hasil proposal, artinya proposal di jadikan sarana administrasi untuk menggalang dana organisasi dari pihak-pihak tertentu, baik kepada instansi pemerintah, anggota DPR maupun perusahaan, itulah yang kemudian menjadi kebiasaan di kalangan aktivis sampai saat ini, pertanyaannya adalah apakah bisa organisasi dan aktivis tanpa proposal, saya kira tidak akan bisa karena proposal adalah syarat utama untuk mendapatkan dana dari pihak tertentu, makanya aktivis yang pandai dalam membuat proposal sedikit banyak mereka pasti pernah pragmatis, artinya mereka pasti pernah mengambil keuntungan dari hasil proposal organisasi entah sedikit dan banyak pasti pernah melakukannya, biasanya tindakan ini sudah terstruktur secara sistematis jadi tidak ada kata-kata korup di dalamnya yang terlibat di dalamnya bukan hanya satu dan dua orang saja namun sudah menyangkut orang banyak, tindakan seperti itu adalah motif yang mendekatkan diri pada tindakan korup menyalahgunakan anggaran yang seharusnya untuk kegiatan organisasi tapi malah digunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar