Saya
mengenal dunia prostitusi sejak tahun 2009 yang lalu, sengaja saya melakukan
itu sekaligus kepingin tahu mengapa mereka sampai berbuat seperti itu, mereka
rata-rata beralasan karena faktor ekonomi. Sebab pasangan mereka rata-rata
menelantarkan mereka dengan kata lain lepas tanggung jawab, dunia prostitusi
jauh dari yang mereka harapkan!!!
Mereka
hanyalah orang yang tidak berdaya setelah terjerumus dalam lembah hitam
tersebut, contoh di lokalisasi café-cafe di Medan: 1 x masuk (dua kali main)
tarif Rp. 100-500 ribu, tetapi yang di terima mereka hanya setengah atau 50-75 ribu,
sungguh tidak manusiawi sekali.
Biaya hidup
ditanggung sendiri dan mahal !! dan yang menanggung segala resiko para PSK !! sungguh
tidak manusiawi (perbudakan era modern), saya berharap Pemerintah dapat
mengentas mereka dengan pembekalan dan tindakan langsung, jangan hanya
pengarahan alias teori saja.
Saya
rasa hidup adalah pilihan jalan mana yang akan kita pilih. Dan kata lain dari
kehidupan adalah perjuangan. Ketika kita memilih suatu jalan yang tidak layak
dimata masyarakat maka kita akan dicepat jelek atau sebagainya. Apakah jika
kita memilih suatu jalan yang berbeda maka kita haruslah siap dengan segala
resikonya.
Sebagaimana
prostitusi saya memandangnya sebagai konsekuensi dari keinginan untuk survive
atau pelarian dari keribetan dunia, ambil enaknya saya tanpa berfikir dampak
nya.
Seperti diketahui, bahwa interaksi manusia
tidak saja berwujud interaksi dengan sesamanya tetapi juga interaksi dengan
lingkungan. Dalam wujud yang luas, interaksi dengan lingkungan bisa berbentuk
interaksi anggota masyarakat dengan berbagai budaya, gaya hidup, dan kondisi
regional yang sedang berlaku di sebuah negara di mana masyarakat itu bernaung bisa
berbentuk kondisi perekonomian, kondisi keamanan, kebijakan pemerintah, dan
sebagainya.
Di antara penyimpangan sosial yang
banyak terdapat di hampir seluruh negara adalah prostitusi. Tidak tabu lagi,
prostitusi memang sudah berumur tua, selalu ada dalam kehidupan masyarakat
sejak ribuan tahun yang lalu. Seks dan wanita adalah dua kata kunci yang
terkait dengan prostitusi. Seks adalah kebutuhan manusia yang selalu ada dalam
diri manusia dan bisa muncul secara tiba-tiba. Seks juga bisa berarti sebuah
ungkapan rasa abstrak manusia yang cinta terhadap keindahan. Sedangkan wanita adalah satu jenis makhluk Tuhan yang
memang diciptakan sebagai simbol keindahan. Maka fenomena yang sering terjadi
di masyarakat adalah seks selalu identik dengan wanita. Namun, celakanya lagi,
yang selalu menjadi korban dari keserakahan seks adalah juga wanita.
Dikarenakan wanita sebagai simbol keindahan,
maka setiap yang indah biasanya menjadi target pasar yang selalu dijadikan
komoditi yang mampu menghasilkan uang. Itulah sebabnya kenapa wanita selalu ada
saja yang mengumpulkan dalam suatu tempat dan berusaha
“dijual” kepada siapa saja yang membutuhkan “jasa sesaat”nya. Lelaki, meskipun
ada yang menjual dirinya, tapi jarang ditemukan dikumpulkan dalam suatu tempat
seperti halnya wanita; atau jika ada pun, umumnya para lelaki tersebut berubah
wujud menjadi wanita agar diakui keindahannya yang dengannya mudah untuk
menentukan tarif yang dikehendakinya.
Lebih jauh, sebagai asumsi dasar, dapat
dikatakan bahwa kehidupan wanita dalam dunia seks (prostitusi), bisa terjadi
karena dua faktor utama yaitu “faktor internal” dan “faktor eksternal”. Faktor
internal adalah yang datang dari
individu wanita itu sendiri, yaitu yang berkenaan dengan hasrat, rasa
frustrasi, kualitas konsep diri, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal
adalah sebab yang datang bukan secara langsung dari individu wanita itu sendiri
melainkan karena ada faktor luar yang mempengaruhinya untuk melakukan hal yang
demikian. Faktor eksternal ini bisa berbentuk desakan kondisi ekonomi, pengaruh
lingkungan, kegagalan kehidupan keluarga, kegagalan percintaan, dan sebagainya.
Menurut
hemat saya, prostitusi di Negeri ini baik daerah pedesaan atau perkotaan
terjadi atau bisa dikatakan mewabah, karena kurangnya kesadaran akan keimanan
warga setempat yang rendah, faktor ekonomi,dan faktor kebiasaan (adat) penduduk
setempat. Dan semua ini akan tetap berlanjut apabila Pemerintahan setempat , tetap
melestarikan prostitusi, dengan berbagai alasan , serta Pemerintah setempat selalu
berdalih tanpa ada tindakan untuk menghancurkan budaya prostitusi tersebut
sampai akar-akarnya.
Salam Diskusi,
Irvanuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar